Selasa, 24 November 2020

mencari pesugihan part 3

Part 3 


Saat keluar rumah Didin berpas pasan dengan Titin. Didin hanya tersenyum saat melihat Titin, seketika Titin terbengong melihat Didin lewat didepannya, sepertinya dia tidak percaya perubahan yang Didin alami. 
Buru-buru Titin masuk kedalam rumah. 

"Akang.. itu tadi si Didin bukan?" Teriak Titin penasaran sambil menaruh anaknya yg balita diatas kursi

"Iya itu Didin tin" jawab Sardi sambil menaruh gelas kedapur 

"Ya ampun bener ya dia sekarang beda banget kang, gagah cakep lagi" saut Titin sambil mengingat ingat wajah Didin.

"Duh memang betul ya kalau orang banyak uang itu kelihatan, dari mukanya aja keliatan berseri seri, percaya diri, gagah berkarisma. Hhmm tidak kaya kang Sardi, mukanya selalu kusut " lanjut Titin sambil membayangkan wajah Didin lalu menyinggung suaminya Sardi 

"Astagfirullah.. Titin, makanya kamu doain akang terus, jangan cuma bisa ngomel terus, judes terus sama suami" jawab Sardi sedikit kesal 

"Gimana gak mau ngomel, gak mau judes kang, mikirin kebutuhan sehari-hari yang ngepas kadang malah kekurangan, boro boro kaya orang-orang bisa beli baju bagus" saut Titin meninggi sedikit emosi 

"Haduh.. ngomong sama kamu itu pasti ujung-ujung nya ngajak ribut tin" jawab Sardi kesal 

Titin hanya diam tidak menyauti  lagi ucapan Sardi. Perkataan Titin semakin memantapkan Sardi untuk ikut dengan Didin, ia tidak ingin lagi ada pertengkaran seperti ini dan ingin sekali menjejali mulut Titin dengan sekoper uang agar mulutnya tidak tajam lagi seperti silet. Perkataan Titin yang sering kali menggores hati Sardi. 

"Akang mau diajak kerja sama Didin" lanjut Sardi memberitahukan kedatangan Didin tadi

"Hah.. kerja dimana kang?" Jawab Titin sedikit kaget 

"Kerja sama dia, besok akang mau berangkat diajak Didin keluar kota" lanjut Sardi menjelaskan 

"Alhamdulilah, akhirnya kang Sardi dapet kerjaan, semoga pulang bawa uang yang banyak ya kang" saut Titin sedikit senang matanya berbinar mendengar Sardi akan bekerja dengan Didin

Sardi hanya menggeleng kan kepalanya, melihat tingkah laku Titin, benar benar mata duitan pikirnya. Tidak lama Sardi kerumah ibunya yang tidak jauh dari rumahnya, ia ingin berpamitan dengan ibu nya dan memingai restu. 

"Bu Sardi mau ke luar kota, mau kerja, ibu doain Sardi ya, Sardi pengen sekali bahagian ibu, pengen sekali renovasi rumah ibu yang hampir roboh ini" kata Sardi sedikit menitikan air mata

Ibu Sardi tinggal dirumah tua, rumahnya hampir roboh jika musim hujan datang bocor dimana mana, ibu nya tidak mau tinggal dirumah Sardi, sering kali Sardi mengajak ibu nya untuk tinggal bersamanya namun ibu nya menolak mengingat mulut Titin yang sedikit bawel membuat ibu Sardi tidak betah berlama lama di rumah Sardi.

"Punten Bu, Sardi mohon maaf jika belum bisa membahagian ibu" lanjut Sardi air matanya semakin deras.


Ibu Sardi  yang sudah tua itu hanya menganggukan kepala, memang ibu Sardi jarang berkomunikasi, mungkin karna sudah tua membuatnya malas untuk berbicara. 
Terlihat air mata ibu nya menetes, seperti tidak merelakan Sardi untuk pergi atau ibu Sardi mempunyai firasat yang lain?. 

 Pagi buta sekali Didin menjemput Sardi, Sardi sendiri pun tidak tahu mau dibawa kemana oleh Didin, ia hanya mengikuti saja apa kata Didin. Sardi menaiki sebuah mobil, hati nya tercengang melihat Didin yang sudah memiliki mobil, dijaman itu mobil adalah barang yang sangat mewah sekali dan baru pertama kali itu ia menaiki mobil mewah. 

"Din, sebenarnya kita ini mau kemana ?" Tanya Sardi 
"Sudah kamu ikut saja dan diam" jawab Didin sambil melanjutkan perjalanan

Beberapa kali Sardi tertidur, dan belum sampai juga tempat tujuan mereka, kendaraan mereka melewati hutan hutan yang sangat rindang, pohon-pohon menjulang tinggi, tidak ada penerangan dijalan hanya mengandalkan penerangan dari mobil saja. Padahal waktu terlihat masih siang, namun jalanan terlihat sudah gelap. 
Dilihat tidak ada satupun kendaraan yang lewat saat itu, perjalanan begitu mencekam menurut Sardi. 

"Din, ini kita masuk hutan kok saya jadi takut ya, mana sepi banget ?" Tanya Sardi sambil sesekali melihat ke arah hutan.

"Sudah Sar, kamu diam saja. Owh iya jika kamu melihat sesuatu diam saja ya "jawab Didin menegaskan 

Sardi hanya diam tidak ingin menanyakan lebih lanjut kepada Didin. Didin hanya fokus kedepan menatap jalanan yang ada dihadapan nya. Sardi mencoba memejamkan mata namun tidak bisa, sesekali ia melihat kearah hutan dan pinggir jalan. Betapa terkejutnya saat ia melihat kearah kiri jalan, ia melihat ada Kakek badannya sedikit membungkuk sedang berjalan. Mobil mereka melewati kakek tua itu, Sardi kagetnya bukan main, ia menegaskan penghilatannya melihat kaca spion namun kakek tersebut sudah menghilang. 

Didin merasakan apa yang dirasakan Sardi, Didin memberikan kode kepada Sardi untuk diam dan tidak membahas apa yang barusan ia lihat. 
Kendaraan mereka memasuki gang kecil, kearah hutan, Sardi melihat kanan kiri masih pohon-pohon rindang namun ada yang berbeda pepohonan tersebut dipenuhi dengan monyet, monyet-monyet itu bergelantungan dan saling bersorak seolah menyambut kedatangan Sardi dan Didin. 

Sardi semakin panik dibuatnya, tapi Didin menenagkan Sardi.

"Tidak apa-apa Sar, tenang saja ya" kata Didin 

Setelah beberapa lama terlihat ada rumah kecil yang dipenuhi dengan monyet saling bergelantungan. 

"Oke kita sudah sampai" kata Didin sambil membuka pintu. 
"Eh tunggu Din, betul nih kita turun, itu banyak monyet kalau kita diserang bagaimana" saut Sardi ketakutan 
"Tenang aja Sardi, monyet-monyet disini sudah jinak kok, ayu kita turun" ajak Didin menenagkan Sardi yang sedari tadi sudah keringatan.

Sardi berdoa dalam hati semoga tidak terjadi apa-apa, walau ia pun tahu bahwa ia datang ketempat itu untuk menduakan Tuhan nya yaitu Allah SWT, namun ia tetap meminta perlindungan terhadap yang Maha pencipta. 
Mereka berdua pun turun dari mobil dengan keadaan badan gemetar. 
Saat mereka menuju rumah kecil itu, monyet-monyet itu memberi jalan seolah mempersilahkan masuk kepada Sardi dan Didin. 

"Permisi.." salam Didin 
Terlihat ada Kakek tua dengan membawa tongkat jalannya sedikit membungkuk. 
Kakek tersebut mempersilahkan masuk. 
Sardi yang sedari tadi tidak fokus, matanya melihat lingkungan yang ada disekitar rumah  lalu dengan kagetnya ia melihat kakek itu seperti yang tadi ia lihat di jalan tengah hutan tadi. 
"Astagfirullah" ucap Sardi kaget 
Kakek itu hanya tersenyum kecil kepada Sardi.  

"Sardi, kenalkan ini kakek mirsan, kakek ini yang akan memandu kamu untuk mengikuti beberapa ritual" kata Didin membuka pembicaraan. 

"Ah iya, salam kek, saya Sardi" jawab Sardi mengenalkan diri terbata bata, bagaimana tidak dari setadi ia menemukan banyak kejanggalan. 

"Tidak usah takut nak Sardi, tenang saja" saut kakek tua itu, suaranya sangat berat dan dalam. 

Sardi hanya menganggukan kepala, ia tidak banyak komentar dan sebetulnya ia sedang berpikir ulang kali untuk mengambil keputusan ini, hatinya kacau namun di sisi lain, Sardi ingin menjadi orang kaya. Saat itu ia dilema berat. 

"Bagaiman nak Sardi?" Tanya kake tua itu membuyarkan lamunannya 
"Ah iya.. kek" saut Sardi asal2an 

"Sar, kamu jangan banyak mikir, udah ikuti saja apa kata kakek itu, kita sudah jauh-jauh kesini, jangan sampai sia-sia. Hati kamu harus mantap, kamu mau kaya bukan?" Bisik Didin memberi semangat kepada Sardi 

"Nak Sardi, nanti ada beberapa ritual, yang pertama kamu harus mandi dipemandian air terjun yang ada di sana, nanti saya antar kamu kesana, kedua ritual selama 1 Minggu puasa mutih (puasa yang boleh makan nasi putih dan air putih saja)  dan yang ketiga nanti jika kamu sudah melewati semuanya baru kakek beri tahu ya"  kata kakek Mirsan menjelaskan

"Baik kek" jawab Sardi agak sedikit berat 

Sardi diajak kesebuah air terjun yang tidak jauh dari rumah kakek tersebut, Didin pun ikut menemani Sardi saat itu.  Tidak berlama lama Sardi langsung melaksanakan ritual pertama nya. 

Perlahan-lahan ia masuk kedalam air terjun yang sangat dingin tanpa busana yang menempel di tubuhnya. Baru saja kakinya yang masuk kedalam air, namun rasa merinding langsung mengguyur tubuhnya yang kerempeng. 
Sardi harus berendam di air itu semalaman sambil memejamkan matanya. Setalah tubuhnya masuk kedalam air yang sangat dingin, tubuh nya seperti mati rasa karena saking dinginnya air terjun itu. 

"Ritual ini dinamakan penyucian, nak Sardi harus berendam selama semalaman dengan keadaan mata tertutup, jika ada yang dirasakan didalam air, jangan dihiraukan. Itulah godaan nya. Jangan ada rasa takut rilex saja" teriak kakek mirsan dari atas. 

Sardi hanya menganggukkan kepala, mendadak ia menjadi berani dan tidak ada rasa takut lagi, mungkin tekadnya sudah bulat ingin menjadi kaya. Apapun yang terjadi akan ia hadapi demi keluarga tercinta nya dikampung. 

Sudah beberapa jam Sardi berendam, terasa tubuhnya seperti ada yang melilit entah itu apa, namun rasanya makhluk itu seperti berlendir panjang, namun seperti pesan kakek Mirsan untuk tidak membuka mata apapun yang terjadi. Lilitan itu semakin keras , sepertinya sebentar lagi badannya remuk oleh lilitan itu. Namun Sardi tetap fokus dan tidak mau merasakan apa yang terjadi dengan badannya. Kemudian, lilitan itu makin lama makin lepas dengan sendirinya, Sardi merasakan seperti ada yang berenang menjauh dari tubuhnya. 

Tak terasa waktu sudah pagi, kakek Mirsan dan Didin datang menghampiri Sardi, Sardi pun suruh keatas menandakan bahwa ritual pertama berhasil ia lalui. 

"Hebat kamu Sar " kata Didin sambil mengacungkan ibu jarinya. 

Sardi hanya tersenyum kecil. 

Singkat cerita, Sardi melanjutkan ritual keduanya yaitu bertapa puasa putih selama satu Minggu, Sardi pun mendengarkan apa yang harus dilakukan dan Payangan apa yang tidak boleh saat ritual itu berlangsung. Sardi menyanggupi nya. 
Ritual kedua pun dimulai, Sardi duduk menyila disuatu tebing, hari pertama ia berhasil lalui, hari kedua badannya terasa seperti di koyak koyak oleh sesuatu makhluk yang badannya berbulu lebat.

Next..  




Tidak ada komentar:

Posting Komentar