Rabu, 25 November 2020

mencari pesugihan part 4

Part 4 

        "Mencari pesugihan" 

Sardi merasakan kepalanya seperti ada yang mengelus oleh tangan yang sangat besar dan lebar. Namun Sardi tetap fokus dan tidak membuka mata sama sekali. 
Makhluk besar itu tiba-tiba menghilang, Sardi tidak merasakan lagi sosok itu, ia hanya merasakan tiupan angin yang menerpa tubuhnya. 

Hari berikutnya, ia sangat fokus, sepertinya ia sudah terbiasa dengan rabaan makhluk besar itu, suara-suara desahan yang kadang membuatnya kaget namun Sardi berusaha tetap fokus dan tidak menghiraukan mereka. 

Namun hari itu berbeda, Sardi seolah melihat kampung halamannya, melihat istrinya yang sedang tertidur pulas bersama kedua anak-anak nya, lalu ia pergi kerumah ibu nya disitu ada bibi Sardi yang sedang menginap, sepertinya ibu Sardi sedang tidak enak badan, terlihat ada beberapa ramuan dan kompresan diatas meja. Sardi tersenyum melihat ibunya yang sedang tertidur pulas. 

Lamunannya di buyarkan oleh suara raungan yang sangat dekat di telinganya, Sardi kaget bukan main, namun ia masih memejamkan matanya, ia selalu ingat apapun yg terjadi matanya harus terus tertutup. 

Kemudian, raungan itu hilang. Terbesit Sardi mengingat keluarganya dikampung, apa yang terjadi barusan itu mimpi pikirnya dalam hati. Rasanya kangen sekali sama ibu, Titin walau dia galak dan bawel Sardi merindukan kebawelannya, anak-anaknya yang masih kecil. Setiap kali ia ingat dengan keluarga nya, suara raungan itu muncul. 

Sardi terus fokus dan tidak mau memikirkan keluarganya dikampung, ia harus menyelesaikan ritual keduanya. Ia tidak mau sampai gagal di tengah jalan, misi ini harus selsai. Toh ini semua juga untuk membahagiakan keluarganya. 

Tinggal beberapa hari lagi ritual selsai di laksanakan oleh Sardi, gangguan-gangguan semakin kuat dirasakan, makhluk-makhluk itu sepertinya semakin jail mengerjai Sardi, ia merasakan di datangi oleh monyet-monyet kecil, ada yang mencari kutu dirambut Sardi, ada pula yang tiduran di pangkuan dan sepertinya Sardi di buat seperti boneka disana. Sardi tidak menghiraukan mereka, sepertinya Sardi sudah pasrah dengan keadaan. 

 Hari ini adalah hari terakhir, Sardi sedikit lega, akhirnya ritual kedua hampir ia selsai kan, namun ternyata hari terakhir ini paling sulit ia rasakan, makhluk  besar berbulu itu datang lagi. Kehadiran nya dirasakan Sardi bumi seperti bergetar, sebesar apa makhluk itu, pikir Sardi. Makhluk itu seperti membisiki sesuatu kepada Sardi namun dengan bahasa yang tidak di mengerti oleh nya, kemudian tubuh Sardi seperti diangkat, tubuhnya seperti diputar-putar 360°, kepalanya semakin pusing, namun ia tetap berusaha memejam kan mata, Sardi tidak tahu lagi apa yang terjadi pada dirinya, saat itu Sardi pingsan dan saat terbangun sudah ada kekek Mirsan dan Didin. 

"Kek, Sardi sudah siuman" teriak Didin memanggil kakek Mirsan

"Bagus lah, akhirnya nak Sardi sudah bangun" saut kakek Mirsan datang menghampiri Sardi 

Perlahan lahan Sardi membuka mata dan baangun, kepalanya masih terasa sangat sakit. 

"Apa yang terjadi dengan saya Din ?" Tanya Sardi perlahan 
"Kamu tidak apa-apa Sar, kamu berhasil melakukan ritual kedua" kata Didin 

"Hebat kamu " lanjut Didin sambil mengacungkan ibu jempolnya

Sardi tersenyum, tidak percaya ia sudah berhasil sampai sejauh ini dan bisa menghadapi makhluk-makhluk  tersebut. 
Rasanya lega sekali, Sardi bisa bernafas dengan lega sekarang. Oh belum, Sardi harus melakukan ritual yang ke tiga, entah apa yang harus dilakukannya Sardi belum tahu. 

"Kek, ritual ketiga ?" Tanya Sardi kepada kakek Mirsan 

Didin dan kakek Mirsan saling berpandangan, seolah ada sesuatu yang di sembunyikan mereka berdua. 

"Tenang kan dulu saja dirimu nak Sardi, kalau kamu sudah pulih baru kamu lanjut ke ritual terakhir ini" jawab kakek Mirsan sembari memberikan makanan kepada Sardi 
"Makan lah dulu ini" lanjut kakek Mirsan 

Lalu Sardi mengambil makanan yang diberikan oleh kakek Mirsan, dilihat nya makanan itu adalah jantung pisang yang di bakar, Sardi bingung kenapa ia harus memakan jantung pisang itu, sedangkan ia saja tidak suka dengan jantung pisang. 

"Ayo dimakan walau sedikit" kata kakek Mirsan

Hati Sardi seperti tidak enak, ada rasa gelisah saat memegang hati jantung itu, apakah ia harus memakan jantung pisang itu ?  Diawal kedatangan Sardi kesini kakek Mirsan tidak menyinggung soal tumbal menumbal, beliau hanya menyuruh melaksanakan beberapa ritual, Sardi pun mengiyakan mengikuti serangkaian ritual tersebut, pemikir ia mengorbankan dirinya sendiri bukan keluarganya. Namun, saat memegang jantung pisang itu kenapa hati nya mendadak pilu, hatinya seperti merasa akan kehilangan sesuatu. 

"Gigit sedikit aja terus Telan Sar " kata Didin sambil berbisik
"Itu cuma syarat aja, dulu aku juga gitu kok" lanjut Didin 

Hati nya kacau namun mau tidak mau jantung pisang itu digigit olehnya, namun oleh Sardi tidak di telan. 

"Nah gitu dong, kalau badan kamu udah enakan keluar saja, saya ada diluar bersama kek Mirsan" kata Didin sambil beranjak menuju keluar kamar.

Didin hanya menganggukan kepala, setelah Didin menghilang dari pandangan Sardi, dilepehnya gigitan jantung pisang itu.

"Uhuk uhuk" sardi terbatuk, ada sedikit geli dimulutnya. 

Cepat ia membuang lepehan jantung pisan itu agar tidak ketahuan oleh Didin dan kakek Mirsan. 

Hati nya semakin gundah, ia masih mengingat Allah SWT saat itu dan meminta pertolongan dari Nya. Ah Sardi, apa yang ia lakukan sudah salah dari awal. Ia telah beraninya menyekutukan Tuhan nya. 
Sardi tahu betul apa yang dilakukan salah namun ia terpaksa melakukannya. 

Sardi buru-buru keluar kamar, ia sangat penasaran dengan ritual yang ke tiga ini, dan meminta kakek Mirsan untuk segera memberitahu ritual selanjutnya, lagi pula ia ingin cepat pulang, ia khawatir dengan ibunya didalam mimpi saat ritual pertama ia melihat ibu nya sedang sakit, semoga saja hanya mimpi dan ibu baik-baik saja. 

"Kek, saya sudah baikan, mari kita lanjutkan ritual terakhir, saya sudah siap" kata Sardi suaranya lantang tidak seperti baru pertama datang, sepertinya ritual-ritual kemarin membuatnya menjadi percaya diri.

"Baik nak Sardi, mari kita kehalaman belakang, ritual ini sangat mudah dilakukan, hanya membutuhkan keyakinan dari dalam dirimu saja" jawab kakek Mirsan menjelaskan 

Sardi semakin bertanya-tanya dan semakin penasaran, semudah apakah ritual terakhir itu. 
Didin menepuk nepuk bahu Sardi sambil tersenyum serasa menyemangati Sardi diujian terakhirnya. 

Mereka bertiga pun menuju kehalaman belakang rumah, disana sudah banyak sekali monyet-monyet dari yang kecil sampai yang besar, Sardi sudah tidak asing lagi dengan penampakan itu. Monyet-monyet itu bersorak seperti sedang menunggu menyaksikan sesuatu. 
Mata Sardi menyapu sekeliling monyet-monyet itu, lalu kemudian mereka seperti terdiam setelah kakek Mirsan memberikan sebuah kode kepada mereka. Mendadak lingkungan itu hening, mata monyet-monyet itu menatap tajam kepada Sardi. 

Sardi tidak merasa takut sama sekali dengan monyet-monyet itu. 
"Saya sudah pernah merasakan disentuh oleh raja kalian, jadi kalau cuma diliatin sama kalian monyet-monyet kecil saya tidak takut" gumam Sardi dalam hati sedikit menyombongkan diri.

Tiba-tiba monyet-monyet tersebut naik keatas pepohonan, saat mereka pergi dari halaman rumah terlihat ada 4 pohon pisang berderet disana. 

"Nak Sardi, ini lah ritual yang terakhir, kamu hanya tinggal memilih salah satu pohon pisang yang ada disana untuk di tebang" kata kakek Mirsan menjelaskan 

Sardi memperhatikan pohon-pohon pisang itu, pohon yang pertama masih kecil, pohon yang kedua sudah agak besar namun belum ada buahnya, pohon ke empat sudah besar dan ada buah nya namun belum matang dan pohon yang terakhir sudah cukup tua, buahnya juga sudah matang siap di tebang. 

Didin hanya memperhatikan Sardi yang sedari tadi memandangi pohon-pohon pisang itu. 
"Sudah Din, kamu tinggal pilih saja yang mana saja yang kamu mau, itu hanya sebuah pohon, selangkah lagi kamu bisa kaya" bisik Didin menyemangati sambil memberikan sebuah golok yang sangat tajam. 

"Pergi lah kesana dan tebang salah satu pohon pisang itu, yakinkan dan mantap kan hati mu nak Sardi" saut kakek Mirsan mempersilahkan Sardi untuk segera menebang salah satu pohon.

Sardi berjalan kearah pohon pisang itu lalu mendekati pohon yang paling kecil, Susana semakin hening. Sardi terus memperhatikan pohon kecil itu, tiba-tiba ia mendengar anak bontotnya seperti menangis. Sardi kaget, lalu menoleh kearah Didin dan kakek Mirsan, mereka hanya tersenyum. 

"Pohon ini masih sangat kecil untuk ditebang" kata Sardi dalam hati 

Lalu ia berjalan kearah pohon kedua yang agak sudah besar, terbesit dipikirkannya ia mengingat anak sulungnya. 

"Yang ini juga belum besar pohonnya" lanjutnya dalam hati

Kemudian ia berjalan kearah pohon yang sudah ada buahnya, namun dengan kagetnya Sardi terngiang-ngiang Titin sedang ngedumel. 

"Pohon ini sudah cukup tua namun sayang buahnya masih mentah" gumam Sardi dalam hati 

Kini ia sampai kepada pohon yang terakhir, pohon yang sudah cukup tua dan buahnya juga sudah masak. 

"Nah pohon ini yang siap untuk ditebang, karna suda cukup tua dan buahnya juga sudah bisa dimakan" gumam Sardi 

Namun betapa kaget nya ia seperti ada yang memanggil. 
"Sardi pulang nak.." suara wanita tua yaitu ibu Sardi 
"Pulang.. pulang nak" suara itu seperti terngiang-ngiang di telinga nya. 

Next... 




Tidak ada komentar:

Posting Komentar