Selasa, 24 November 2020

Mencari Pesugihan

Kisah nyata... 
Saya kemas alur cerita agar lebih menarik untuk dibaca. 
Selamat membaca ✋ 


     " Mencari pesugihan " 

  
"Tidak ada beras, tidak ada lauk, tidak usah makan hari ini" kata Titin sambil membawa anaknya yang masih balita keluar rumah 

"Sabar neng..!" Saut Sardi yang tengah mengambil pancingan yang diletakan didapur. 

"Keadaan lagi sulit, akang sudah berusaha cari pinjaman, tapi yang lain juga lagi pada kekurangan, cari ikan di laut juga lagi seret banget, ini akang mau melaut lagi, semoga ada hasil ikan yang bisa dijual" lanjut Sardi melanjutkan 

"Sabar.. sabar terus, anak masih pada kecil, butuh susu, jangan kan dikasih susu, untuk makan aja susah " jawab Titin suaranya meninggi. 

Titin keluar rumah sambil mukanya masam.

"Braakk" suara pintu dibanting

"Astagfirulaaah..Titin" kaget Sardi sambil mengelus dada 

    Sardi adalah seorang nelayan serabutan, ia mempunyai istri bernama Titin dan mempunyai 2 anak perempuan bernama Siti umur 10 Tahun dan Rara umur 2 tahun. Sebagai nelayan serabutan, kadang uang yang didapatkan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, ditambah ia harus menghidupi ibu semata wayangnya. Keadaan sehari hari semakin kesini semakin ruet dipikirannya, bagaimana tidak, kerap kali saat pulang mencari ikan, istrinya Titin bukannya menyambut dengan hangat, namun wajah masam yang ia dapatkan dari sang istri. Boro-boro disiapkan segelas air putih, sedikit senyuman pun tidak pernah Sardi dapatkan. Kekesalan Titin terhadap Sardi tidak lain karna uang yang di berikan Sardi jauh dari kata cukup.

   Pagi itu, Sardi buru-buru menuju bibir pantai yang biasa para nelayan menaruh perahu dayung mereka. Namun, sayang nya Sardi tidak memiliki perahu, ia hanya bisa nemumpang dengan nelayan lainnya untuk melaut. 

"Punten.. Kang, hayu atuh urang mangkat" (permisi, ayu kita berangkat) salam Sardi sambil memasukan jaring. 

"Kien heula, antosan si Didin" (nanti dulu, tungguin Didin dulu) saut rekannya yang bernama Mail. 

"Kamana si Didin, Lila lila teing.."  (kemana sididin lama banget) jawab Sardi tidak sabar

Tidak lama terlihat sosok laki laki sekitar umur 35an datang menghampiri mereka. 

"Hampura.. akang2, lami nya, aduh tadi teh Aya perang dunia ka dua di bumi, biasa lah pacekcok heula Jeung pamajikan !" (Maaf semuanya lama, tadi dirumah ada perang dunia ke 2, biasa berantem dulu sama istri) 
Kata Didin sambil menjelaskan panjang lebar.  

"Sarua atuh Din, urang rek mangkat Oge lain di pangnyienken dadaharen, malah bantingan panto nu Aya.. puyeng aing mah" (sama Din, aku saja mau berangkat bukannya di bikinin makanan, malah bantingan pintu yang didapat) saut Sardi merasakan yang sama. 

"Yaaudah.. hayu mangkat, malah pada curhat " timpal Mail sambil mendorong perahu menjauhi bibir pantai. 

Mereka bertiga pun melaut pagi itu, sudah berjam jam di tengah laut, namun tidak ada satupun ikan yang didapat, sungguh aneh yang dirasakan tiga laki- laki itu, dari pagi sampai siang ikan tak kunjung muncul. 
Akhirnya merekapun pulang dengan tangan kosong. Sardi yang sedari tadi memikirkan nasibnya dirumah nanti bertemu dengan Titin. 

"Kenapa hari ini tidak ada ikan sama sekali ya ?" Tanya Sardi 
"Iya.. aneh banget, seperti ikan-ikan itu habis ditelan oleh lautan" jawab Mail
"Aduh.. riet, pulang kerumah bisa-bisa ada perang dunia lagi, ikan tidak dapat, duit apalagi" saut Didin yang sudah emosi dari tadi. 
"Sama atuh Din, bisa copot itu daun pintu sama istri saya kalau tau saya pulang gak bawa duit "  kata Udin sambil berjalan menuju rumahnya. 

"Hahahaha.. kita ini senasib ya Sar, punya istri galak, tanggungngan banyak" jawab Didin sedikit membatin.

Mereka berdua terdiam sambil berjalan, membatinkan nasib mereka yang suram. Sardi yang sedari tadi memikirkan mau meminjam uang siapa untuk hari ini, seengganya ada uang yang di bawa pulang untuk istrinya dirumah. "Dari pada roboh tuh rumah" gumam Sardi suaranya pelan namun terdengar oleh Didin. 

"Sar, gimana kalau kita nyari pesugihan aja yuk" aja Didin sambil menepuk bahu 
Sardi yang dari tadi melamun, memikirkan mencari pinjaman, di buyarkan oleh pukulan Didin yang sedikit keras. 

"Ah.. Gila kamu Din" jawab Sardi sedikit membentak 

"Biar kita cepet kaya Sar, kamu mau hidup begini begini aja ?" Ajak Didin semangat

Sardi hanya terdiam, tidak menjawab pertanyaan rekannya Didin. Dipertigaan jalan mereka berdua berpisah, karena arah rumah Didin berbeda dengan rumah Sardi. 
"Pikirin dulu Sar.." teriak Didin sambil berlalu dan menghilang di belokan. 

Sardi tidak langsung pulang, ia kerumah tengkulak yang biasa membeli hasil tangkapan ikan di laut. Dengan harapan, tengkulak itu bisa meminjam kan beberapa lembar uang kepadanya. 

"Assalamu'alaikum.." salam Sardi kepada beberapa orang Yang sedang duduk didepan rumah tengkulak yang bernama kang Fajar 

"Punten, kang Fajar ada dirumah tidak ya?" Lanjut Sardi menanyakan keberadaan kang Fajar 
"Ada didalam, masuk saja" jawab salah satu bapak yang sedang duduk

Dilihat didalam kang Fajar sedang menghitung uang, ah kebetulan sekali Sardi mau pinjam uang, kang Fajar sedang membereskan uangnya. 

"Tot..tok..tok" suara ketukan pintu 
"Ya " saut kang Fajar 
"Punten kang, Aya perlu." Jawab Sardi 
Seperti nya maksud kedatangan Sardi sudah tercium oleh kang Fajar. 
"Aya naon Sar? Pasti mau pinjem duit nih romannya" kata kang Fajar meledek

Sardi hanya cengengesan dan menganggukan kepala yang menandakan bahwa betul maksud ia menemui kang Fajar untuk meminjam uang. 

"Sardi.. yang kemarin aja belum kamu bayar" lanjut Kang Fajar 

"Iya, kang punten, saya janji ini terakhir kali saya pinjam, hari ini melaut tidak dapat ikan kang, anak saya butuh makan" jawab Sardi sedikit sendu 
"Aduh.. kamu itu Sardi, atuh cari kerjaan lain, berusaha dong, mau sampai kapan kamu itu pinjem-pinjem terus, makin lama makin numpuk, mau bayar pake apa? Pake rumah rombeng kamu ?" Kata kang Fajar sedikit emosi 

Mendengar kang Fajar berkata seperti itu, hatinya seperti disayat, sakit nya bukan main seperti disambar geledek di tengah hari bolong. Betapa teganya kang Fajar berkata demikian, Sardi memang beberapa kali meminjam uang dari kang Fajar dan sampai sekarang belum ia bisa kembalikan. 

"Saya gak bisa kasih kamu pinjaman uang lagi" lanjut kang Fajar sambil tangannya menyuruh Sardi keluar dari rumahnya. 

Sardi pun pergi dari rumah itu dengan hati pilu, ia tidak langsung pulang kerumahnya. Ia berjalan kearah pepohonan kelapa yang berada di dekat pantai, kerap kali ia memenangkan diri di dekat pohon kelapa sambil melihat laut lepas nan indah. 

Sesampainya disana dengan perut yang sedari tadi berbunyi meminta di isi, Sardi memanjat pohon kelapa untuk meminum air dan memakan isi buah kelapa untuk mengganjal perutnya yang sudah dari tadi memberontak.

"Ya Allah.. kenapa nasib saya seperti ini? Kenapa Kau persulit jalan Rejeki hamba Ya Allah.." rintih Sardi, tanpa sengaja air matanya sudah membasahi pipi nya yang tirus itu. 

"Bbbbyaarrr.." suara ombak yang menerpa batu karang. 
  laut lepas dan desiran ombak yang menghantam batu karang menjadi saksi bisu 
Kisah pilu yang dirasakan Sardi. ombak-ombak itu sepertinya merasakan apa yang dirasakan oleh Sardi, entah kenapa semakin lama ia memandangi ombak-ombak itu semakin deras pula air mata yang keluar dari matanya, seolah ia sedang melampiaskan kekecewaan nya terhadap Sang Pencipta. 

"Saya sudah beribadah kepada Mu, tapi kenapa kau tidak melancarkan rejeki hamba !"lanutnya merintih  

Dibawah pohon kelapa yang cukup sejuk dan angin sepoi-sepoi dari arah lautan membuatnya semakin tenang, air matanya tidak lagi menetes, hati nya kini terasa damai dan tentram. Matanya terus tertuju memandangi lautan luas  dan ombak-ombak yang menerpa. 
  
Tidak lama kemudian, dihamparan laut yang luas Sardi melihat seperti ada sesuatu yang berjalan, semakin lama benda yang bergerak itu terlihat jelas yaitu sebuah kereta kuda yang berjalan diatas lautan. Di dalam kereta kuda itu terdapat seorang putri yang sangat cantik jelita memakai pakain seperti pengantin adat Jawa. Sardi kaget bukan kepalang menyaksikan apa yang sedang ia lihat. Kereta kuda itu berjalan kearah dimana ia duduk, makin jelas terlihat bahwa kereta kuda itu seperti dari kerajaan-kerajaan jaman dahulu kala. Kemudian, kereta kuda itu berhenti tepat didepan sardi, namun masih diatas permukaan air laut. Wanita cantik itu berdiri dari tempat duduknya lalu  melambaikan tangan kepada Sardi seolah menyuruh Sardi untuk mendekat. 

Sardi menoleh ke kanan kekiri memastikan hanya dirinya yang berada dibawah pohon tersebut. 
"Saya.. " kata Sardi sambil tangan nya mengarah kedadanya

Wanita itu hanya menganggukan kepala, dan mengayunkan tangannya memberi tanda kepada Sardi untuk segera menghampirinya. 

Sardi seperti terhipnotis oleh kecantikan wanita yang berada diatas kereta kencana itu, tanpa berfikir lebih lama ia pun berdiri dan berjalan kearah kereta kencana itu terparkir. Ia lupa kalau di depan itu tebing yang mengarah ke laut lepas, namun Sardi tetap berjalan seolah terpana dengan wanita itu. 

Next... 
 



 






 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar